Kamu Jelek! Tolong lambaikan tangan kamu jika merasa pernah mengalami hujatan sedemikian rupa. Toss! Saia dan kamu senasib. Hahahahaha.
Dan kalian tau, frasa yang sudah saia sebutkan diatas, membekas dan mempengaruhi segala aspek hidup saia. Hasilnya, saia tumbuh dengan prasangka diri kuat bahwa aku jelek. Merasa minder adalah jalan hidupku sejak kecil hingga dewasa ini, hingga saia temukan kenyataan klo sebenarnya aku gak sejelek itu kok.
Mundur kebelakang, masa – masa sekolah adalah masa kelam dimana minder ini menggerogoti diri akut, walhasil saia menjadi insan yang pemalu. Sebagai makhluk Tuhan yang dibekali akal pikiran dan hati nurani, tentunya saia tidak menyerah begitu saja dengan keadaan ini, hahahaha setelah melewati proses panjang pergolakan diri tentunya ya.
“Okay, fisikku boleh tak rupawan tapi tidak hatiku.” dendamku menggelora.
Taukah kalian, siapa yang paling berperan dalam pertumbuhan rasa minder ini?
Mau tau apa mau tau banget? Hahahahaha
Bagiku, orang – orang pertama yang melontarkan hujatan adalah keluarga, ya om, ya tante, ya pakde, ya budhe, dan silahkan dilanjutkan sendiri….
Iyah saia tau, mereka seringnya tidak sadar, hanya mengikuti trend pergaulan, yang klo enggak komentar soal fisik ya soal akademis. Begitu ya kiranya hahahaha. Ada yang melontarkan nya santai, ngotot, sampe yang songong banget membandingkan enggak mau kalah pokoknya.
Hey, apapun bentuknya, itu namanya bullying, klo di jaman sekarang. ngerti kan?!
Sepanjang ingatan saia, Alhamdulilah papamama gak pernah ngatain perkara fisik atau akademis. Papamama tergolong rasional. Mau ngatain fisik ya anak sendiri, mau nuntut akademis bagus banget ya sadar klo jarang nemenin belajar hehehe. Namun sayangnya, papamama gak ada pembelaan klo pas anak perempuan satu satunya ini dikatain perkara fisik.
Misal ni, “ih hidung pesek….” Ya belain kek, “klo hidungnya mancung ntar situ gak kebagian oksigen dunk.” Gitu kan ya harusnya, but they did’nt do that. It’s okay, klo enggak begitu, saia gak akan pandai melihat sisi lain yang diri ini punyai.
Oh hampir lupa, ada satu hal yang bikin papa angkat bicara perkara fisik saia. Yakni, ketika badan saia dirasa papa terlihat jauh mengembang dari biasanya alias gendut. Yess, papa gak suka anak perempuannya gendut. Ngingetinnya alus, “Nduk ayo olahraga, badan e mulai gendut.” I’m okay with that, biasanya saia jadikan patokan brarti emang lagi gendut banget.
“Wajahmu kok elek seh, puersis papamu.” terlontar dari bibir tak bersalah beliau.
Saia GEGANA, alias Gelisah Galau Merana. ato ungkapan lain yang hampir mirip, “Duuuhhh muka e plek ketiplek gak mbuwak bapak e.” Satu dua kali mungkin gak jadi masalah, tapi klo berulang dan terus menerus, Sumpah, bikin nelongso. Tapi itu dulu… Sekarang, saia bersyukur gak perlu buang energi menjelaskan bapak saia yang mana ketika di acara keluarga besar, Keren kan hehehe.
“Arek kok ireng.” ungkap tajam sosok yang harus saia hormati.
Lah Bapak e ireng kok anak e kudu putih seputih melati harum mewangi sepanjang hari hahaha.
Ssssttttt, tapi entah ya, seinget saia, kulit ini perlahan berwarna kuning langsat tanpa saia berbuat tak lazim. Lagi, karena bully kulit item, saia tergerak untuk mencari cara agar kulit ini sehat biarpun berwarna gelap. Salah satunya, memenuhi kebutuhan air mineral harian tubuh. Hal lainnya, saia gak paham. Mungkin, sebenarnya ketika saia di bully, papamama sigap memanjatkan doa baik bagi anaknya ini.
Berkaca kondisi saia yang sering di bully tanpa bisa membela diri ataupun mendapat pembelaan dari orang dewasa, walhasil sebisa dan sebaik mungkin saia melindungi anak semata wayang dari bullying, tentu saja saia juga menanamkan nilai nilai positif yang ada dalam dirinya. Dan jangan segan melontarkan pujian sewajarnya serta mendekap erat dalam pelukan.
STOP Bullying and Trying to HUG Our Broken Soul.
Ada cerita lucu, klo saia ingat sekarang jadinya lucu, klo dulu ya enggak hahaha. Suatu ketika di masa sekolah, ada teman laki – laki yang mengutarakan klo mau jadi temen deket banget. Gak pake mikir lama, saia langsung bilang gini, “Lah ngapain kok sama aku, sama si A aja loh kan dia cantik.” temen saia bengong dan mengiyakan akhirnya hahaha.
Saking minder nya saia menyandang status muka jelek dari kecil.
Dan ketika awal berjumpa dengan coach, hal ini yang dikritisi dan disarankan untuk diperbaiki. Ya, latihan sederhana tiap hari tapi effortnya besar sekali. Latihan senyum didepan cermin. Coach bener banget, sedari dulu saia gak suka bercermin, sehari sekali sebelum berangkat sekolah itu udah cukup. Sekedar sisir rambut aja terus cusss berangkat sekolah. Nah latihannya kudu senyum yang baik, Gak mungkin sambil merem dong bercermin nya, yakan rek.
Bercermin… mengembangkan senyum di bibir…. Betah gak tuh ngeliat muka sendiri? Kudu betaaaaahhhh wkwkwkwk.
Lambat laun saia suka bercermin, Lucu juga ternyata mukaku ini. Pantesan dulu ada yang bilang mukaku imut makanya gak cocok klo dikasih peran maramara padahal itu keahlianku hahaha. Skip aja bacanya ya klo dirasa terlalu narsis, maap saia sengaja hahahaha.
Default muka saia udah berubah, senyum mengembang dengan baik ternyata bisa membantu saia menjalani hidup dan kehidupan ini dengan lebih baik pula. Sepele keliatannya ya, justru yang sepele dan remeh gini termasuk jurus jitu mengubah nasib. Good Job Ceria, Terimakasih telah kuat bertahan sampai detik ini.
That’s me, how bout you guys? Syelamat Mencoba 😉
Happiness is not having The BEST of everything you want. It is making The BEST of everything you’ve Got. – Anonymous.